Tugas Softskill Etika Bisnis
Nama : Izzah Mujahidah
NPM : 14213593
Kelas : 4EA28
Bisnis dan Perlindungan Konsumen
Dalam materi sub minggu ke-7 ini saya akan mengambil contoh kasus dari Hubungan Produsen dan Konsumen.
Perlindungan
konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan
terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan
tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
UU
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik
Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa;
hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di
Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah :
1. Undang
Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal
27, dan Pasal 33
2. Undang
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik IndonesiaNo. 3821
3. Undang
Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Usaha Tidak Sehat
4. Undang
Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
5. Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen
6. Surat
Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan
pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
7. Surat
Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005
tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Contoh kasus Perlindungan Konsumen Indomie di Taiwan
Kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan
pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat
kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk
menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga
untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini
mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait
produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX
DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR,
Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang
kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui
terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk
Indomie.
A Dessy
Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di
dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat)
adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama.
Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk
produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM
Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam
kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung
nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut.
tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam bataswajar dan aman untuk
dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar
nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mgper
kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain
kecualidaging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa
mengakibatkan muntah-muntahdan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah,
Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah
mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan
kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk
Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan
karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Analisis kasus
berdasarkan Undang – Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan. Konsumen :
Kasus penarikan
indomie di Taiwan dikarena pihak Taiwan menuding mie dari produsen indomie
mengandung bahan pengawet yang tidak aman bagi tubuh yaitu bahan Methyl
P-Hydroxybenzoate pada produk indomie jenis bumbu Indomie goreng dan saus
barberque.
Hal ini disanggah
oleh Direktur Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang berdasarkan rilis
resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk
mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen
Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie
tidak berbahaya.
Permasalahan diatas
bila ditilik dengan pandangan dalam hukum perlindungan maka akan menyangkutkan
beberapa pasal yang secara tidak langsung mencerminkan posisi konsumen dan
produsen barang serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen. Berikut
adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang
berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesaian:
*Pasal 2 UU NO 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
*Pasal 3 UU NO 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
*Pasal 4 (c) UU NO 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
*Pasal 7 ( b dan d )UU NO 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
Perlu ditilik dalam
kasus diatas adalah adanya perbedaan standar mutu yang digunakan produsen
indomie dengan pemerintahan Taiwan yang masing-masing berbeda ketentuan batas
aman dan tidak aman suatu zat digunakan dalampengawet,dalm hal ini Indonesia
memakai standart BPOM dan CODEX Alimentarius Commission (CAC) yang diakui
secara internasional.
Namun hal itu
menjadi polemic karena Taiwan menggunakan standar yang berbeda yang melarang
zat mengandung Methyl P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan. Hal ini yang
dijadikan pokok masalah penarikan Indomie. Oleh karena itu akan dilakukan
penyelidikan dan investigasi yang lebih lanjut.
Untuk menyikapi hal
tersebut PT Indofood Sukses Makmur mencantumkan segala bahan danjuga campuran
yang digunakan dalam bumbu produk indomie tersebut sehingga masyarakat atau
konsumen di Taiwan tidak rancu dengan berita yang dimuat di beberapa pers di
Taiwan.
Berdasarkan rilis
resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk
mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen
Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie
tidak berbahaya.
Direktur Indofood Franciscus
Welirang bahkan menegaskan, isu negatif yang menimpa Indomie menunjukkan produk
tersebut dipandang baik oleh masyarakat internasional, sehingga sangat
potensial untuk ekspor. Menurutnya, dari kasusini terlihat bahwa secara tidak
langsung konsumen di Taiwan lebih memilih Indomie ketimbang produk mie instan
lain. Ini bagus sekali. Berarti kan (Indomie) laku sekali di Taiwan, hingga
banyak importir yang distribusi.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar