Tugas Softskill Etika Bisnis
Nama : Izzah Mujahidah
NPM : 14213593
Kelas : 4EA28
Etika Pasar Bebas
Dalam materi sub minggu ke-11 ini saya akan mengambil contoh kasus dari Perdagangan Bebas.
Perekonomian Indonesia pada saat ini
dihadapkan dengan sistem perdagangan bebas. Padahal Indonesia belum siap
menghadapi perdagangan bebas, sebab nilai-nilai dasar seperti kejujuran,
disiplin, visioner, kerjasama, tanggung jawab, peduli dan adil, belum menjadi
landasan para pelaku industri atau ekonomi. Jadi rakyat, para pelaku industri
dan ekonomi di Indonesia tidak siap untuk menerima perdagangan bebas.
Berdasarkan data menurut Periode 2009
bahwa di Indonesia hanya terdapat 7% generasi muda yang memiliki mental menjadi
pengusaha. Selebihnya lebih suka menjadi budak, hal ini disebabkan kurikulum
pendidikan yang telah menjiwai masyarakat sejak duduk di bangku sekolah sampai
kuliah. Pada akhirnya pengenalan dunia usaha dan kebijakan dari iklim usaha
tidak tertanam sejak dini.
Pemerintah hanya mampu menggerakkan
roda ekonomi sekitar 15% saja, selebihnya para pengusaha hitam pelaku economic
animal yang menguasai perindustrian dan ekonomi negeri ini. Estafet
kewirausahaan tidak ada, maka perdagangan bebas akan dengan cepat menaklukan
Indonesia di bawah penjajahan Cina nantinya, sebagaimana VOC pada dahulu kala
mengembara ke negeri untuk berdagang berubah menjadi penjajah.
Perdagangan bebas berpengaruh pada
produk lokal yang harus menghadapi serbuan produk negara lain yang mungkin
lebih berkualitas dan murah. Ketika produk lokal suatu negara tidak bernilai
tambah, konsekuensinya akan tergilas oleh produk asing. Kondisi semacam inilah
yang dicemaskan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Oleh sebab itu,
pada pertengahan September 2009 dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)
Kadin Indonesia Bidang Perdagangan dan Distribusi 2008. Lembaga ini mencoba
mengusung kembali isu nasionalisme yang dikaitkan dalam era perdagangan bebas.
Bagi Kadin, hal itu sangat penting agar Indonesia bisa menghadapi tantangan
aktual pada saat ini dan di masa depan. Sejatinya, slogan "cinta produk
dalam negeri" sudah sejak lama dikampanyekan. Namun, slogan itu hingga
kini masih sebatas "kata manis di bibir" saja. Isu ini pun dianggap
penting karena untuk wilayah ASEAN saja, produk Indonesia dianggap belum mampu
bersaing. Sebab, bagi negara yang sudah siap pun, kebijakan tersebut merupakan
prasyarat utama keberhasilan mereka dalam perdagangan bebas. Mereka terlebih
dahulu memproteksi produk dalam negeri, baru kemudian bermain di pasar dunia.
Akhirnya banyaknya hambatan dan beban dalam aliran barang dan jasa dalam
negeri, hal ini menuntut dilakukannya reformasi birokrasi dan penyediaan
infrastruktur pelabuhan, jalan tol, guna memperlancar arus barang.
Di samping itu, masih sulitnya
pemerintah Indonesia untuk mempercayai pribumi dalam hal memberikan kemudahan
pinjaman modal usaha walau hanya setingkat UKM saja, padahal terhadap pengusaha
cina, segenap kemudahan diberikan kepada mereka, walau telah berulang kali
tertipu, sebagaimana kasus Bank Century belakangan ini, terjadi karena begitu
percaya dan cintanya pemerintah negeri ini kepada pengusaha yang berdarah cina.
Secara gambaran besarnya perdagangan bebas dengan China adalah pengulangan
kembali sejarah penjajahan VOC terhadap negeri ini. Maka tunggu akibat dari
semua ini, kematian yang semakin cepat, rakyat akan semakin melarat.
Para pelaku perdagangan bebas tidak
akan dapat mengerti atau bahkan tidak mengerti bahwasanya satu negeri atau
kelompok masyarakat dapat seketika bertumbuh menjadi kaya dengan merugikan
negeri atau kelompok lain, satu kelas dapat merugikan kelas yang lainnya.
Karena dalam perdagangan bebas tidak berlaku lagi kebijakan proteksionis yang
bersifat konservatif, sedangkan sistem perdagangan bebas adalah destruktif.
Sehingga akan mampu membongkar bangunan kebijakan pro rakyat dan negara, pro
buruh, sehingga dengan keadaan itu tergiringlah antagonisme kaum miskin.
DAMPAK PASAR
BEBAS
Dampak dapat
terjadi di pasar bebas, baik dampak positif maupun negatif. Hal ini sangat
bergantung pada kesiapan negara tersebut ketika mendapatkan kesempatan atau
tantangan yang berasal dari Pasar Bebas.
·
Dampak Positif Pasar Bebas
1.
Produksi global dapat ditingkatkan.
Pandangan ini
sesuai dengan teori ‘Keuntungan Komparatif’ dari David Ricardo. Melalui
spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan
dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh
keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang
meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
2.
Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu Negara.
Perdagangan
yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih
banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan
barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang
lebih baik dengan harga yang lebih rendah.
3.
Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri.
Perdagangan
luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang
jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
4.
Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang
lebih baik.
Modal dapat
diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara
berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga
terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
5.
Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi.
Pembangunan
sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh
perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh
perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal
dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara maju
yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu
menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.
·
Dampak Negatif Pasar Bebas
1.
Menghambat pertumbuhan sektor industri.
Salah satu efek dari pasar bebas adalah perkembangan
sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan
negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tinggi untuk
memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang. Dengan demikian,
perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara
berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain
itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan
multinasional semakin meningkat.
2.
Memperburuk neraca pembayaran.
Pasar bebas
cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak
mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk
kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain terhadap neraca pembayaran adalah
pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami
defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran
keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak
berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran.
3.
Sektor keuangan semakin tidak stabil.
Efek penting dari pasar bebas adalah pengaliran investasi
(modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi
partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang
meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan
nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga saham di pasar saham
menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran
cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot.
Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada
kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
4.
Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Apabila hal di
atas berlaku dalam suatu negara, dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti
itu akan mengurangi laju pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan
kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran
tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila
globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka
panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan
masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.
Secara umum, ada empat bidang yang terkena dampak Pasar Bebas,
yaitu:
1.
Hal yang berkaitan dengan Ekspor
Pengaruh positif dari globalisasi yang terjadi di bidang
ekonomi, yang merupakan dalam sektor atau saham ekspor dari pasaran dunia dari
negara tertentu telah meningkatkan. Sedangkan, pengaruh negatif terhadap bidang
ekspor suatu negara akan kalah dunia pangsa pasar sangat buruk juga di volume
produksi domestik, perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB), pengangguran
meningkat, dengan kemiskinan meningkat.
2.
Hal yang Berkaitan dengan Impor
Dampak negatif dari globalisasi perekonomian di sektor
impor adalah kenaikan impor yang tak disertai dengan usaha yang terkait daya
saing yang rendah dari produk yang dari penciptaan bersamaan di negara itu,
kemudian mungkin di pasar dalam negeri di masa depan ini akan benar dikuasai
oleh produk di luar negeri. Beberapa tahun terakhir ini, ekspansi beberapa
produk dari China untuk pasar domestik Indonesia makin tak terhentikan, seperti
lengan buatan, kunci pas, motor, dan yang lainnya.
3.
Hal yang Berkaitan dengan Investasi
Liberalisasi pasar dunia finansial mengakibatkan bebas
aliran modal antara negara ambil bagian mempengaruhi aliran investasi bersih
masuk ke Indonesia. Jika kompetitif investasi di Indonesia rendah (suasana yang
kurang kondusif berinvestasi di Indonesia daripada negara lain), aliran modal
ke Indonesia akan turun. Bahkan, modal investasi dalam negeri ini akan beralih
dari Indonesia, mengakibatkan keseimbangan akun modal keseimbangan pembayaran
Indonesia ini akan menjadi negatif.
4.
Hal yang Berkaitan dengan Tenaga Kerja
Dampak negatif dari globalisasi itu terjadi dalam bidang
ekonomi tenaga kerja tumbuh subur di luar negeri. Apabila kualitas dari Sumber
Daya Manusia (SDM) Indonesia tidak dibangkitkan secara cepat, mungkin dalam
peluang pasar kerja mendatang atau kesempatan bekerja di Indonesia dikuasai
oleh pekerja asing.
Contoh kasus Perdagangan Bebas Antara Indonesia
dengan China
Ketertarikan ASEAN mengikutsertakan China menjadi partner dagang dalam
CAFTA karena China memiliki potensi pasar yang bagus. Seperti yang kita
ketahui China merupakan negara berkembang di Asia yang perkembangan
ekonominya cukup pesat dan mampu mempertahankan pertumbuhan yang tinggi
dibanding negara lainnya, sehingga posisi Cina saat ini cukup penting dalam
perekonomian global. China yang memiliki penduduk yang begitu besar yaitu
1,4 miliar yang merupakan pasar yang cukup besar dan potensial sehingga
akan saling menguntungkan apabila dapat dijalin kerjasama diberbagai sektor
ekonomi, karena disamping memiliki kemampuan investasi yang tinggi, Cina juga
membutuhkan bahan baku dan barang modal untuk menggerakkan sektor
industrinya. Dengan diberlakukannya pasar bebas tersebut, akan
membuat produk-produk impor dari ASEAN dan China menjadi lebih mudah masuk
ke pasar domestik. Selain itu harga produk tersebut juga menjadi lebih murah,
disebabkan adanya pengurangan atau penghapusan tarif bea masuk.
Bagi Negara Republik Indonesia, perdagangan bebas ASEAN dengan China ini
memberikan dampak positif dan negatif terhadap perekonomian. Dampak positifnya
adalah terbukanya peluang Indonesia untuk meningkatkan perekonomiannya melalui
pemanfaatan peluang pasar yang ada, dimana produk-produk dari Indonesia dapat
dipasarkan secara lebih luas ke negara-negara ASEAN dan China. China yang
memiliki wilayah yang luas, jumlah penduduk yang banyak, serta pertumbuhan
ekonomi yang pesat menjadi pasar yang potensial untuk mengekspor produk-produk
unggulan dari Indonesia ke negara tersebut. Dengan mengalirnya produk-produk
Indonesia ke negara luar, maka kegiatan industri di Indonesia menjadi
meningkat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara Indonesia.
Sebaliknya, perekonomian China yang begitu kuat terfokus pada ekspor
menjadi tantangan bagi Indonesia. Ditambah lagi Pemerintah China yang mendukung
penuh perdagangan masyarakatnya telah mampu untuk menghasilkan produk yang
berkualitas, produk yang bervariasi, teknologi yang maju serta harga yang
relatif murah. China yang memiliki keunggulan produk yaitu pada produk-produk
hasil pertanian seperti Bawang putih, bawang merah, jeruk mandarin, apel, pir,
dan leci. Tidak hanya pada bidang pertanian saja China unggul,
namun pada produk hasil industry seperti tekstil, baja, mainan
anak-anak, perkakas rumah tangga, barang-barang elektronik, dan alas kaki
membuat China semakin sulit untuk disaingi dimana mereka memiliki biaya
produksi dan upah buruh yang murah. Sedangkan Indonesia begitu unggul di sector
pertanian saja seperti minyak kelapa sawit (CPO), karet, kokoa, dan kopi.
Kemudian produk yang harus bersaing adalah garmen, elektronik, sektor makanan,
industri baja/besi, dan produk hortikultura.
Dengan demikian produk-produk dari China tersebut akan mendominasi pasar di
Indonesia. Begitu pula produk Indonesia yang sama dengan produk dari China,
namun Indonesia masih kalah bersaing di beberapa produk tersebut. Walaupun
begitu Indonesia masih unggul dalam produk komponen otomotif, garmen,
furniture, dan perlengkapan rumah tangga.
Walaupun memiliki unggulan produk, namun hal tersebut akan menjadikan
sebuah tantangan yang berat bagi Indonesia karena harus bersaing dengan produk
lain yang lebih murah dan berkualitas.
Secara umum, Negara Republik Indonesia masih tertinggal dari China, hal ini
terlihat dari infrastruktur Indonesia yang jauh tertinggal dari China. Padahal
infrastruktur yang baik akan menunjang dalam menciptakan biaya berproduksi
murah yang selanjutnya akan menekan harga di tingkat konsumen. Infrastruktur
yang baik juga sangat membantu dalam perluasan pasar hingga mencapai tingkat
perdagangan ekspor-impor. Hal ini terlihat dari masih banyaknya jalan-jalan
yang rusak dan adanya pungutan liar sehingga membuat naiknya harga
produk-produk yang didistribusikan.
Dalam perdagangan bebas antara Indonesia dengan China ini, masyarakat
memandang CAFTA sebagai ancaman, karena berpotensi membangkrutkan banyak
perusahaan dalam negeri. Perusahaan yang diperkirakan akan mengalami
kebangkrutan tersebut adalah tekstil, mainan anak-anak, furniture, keramik dan
elektronik. Bangkrutnya perusahan tersebut disebabkan karena ketidaksiapan para
pelaku bisnis Indonesia, terutama bisnis menengah dan kecil dalam bersaing.
Pemikiran tersebut didasarkan pada kondisi yang terjadi saat ini, dimana
berbagai produk dari China telah membanjiri pasar Indonesia. Produk dari China
yang masuk ke Indonesia sangat bervariasi dan memiliki harga yang relatif
murah. Sebagai contoh, batik yang merupakan simbol budaya Indonesia telah
dibuat pula oleh Cina. Dimana batik made in China tersebut
telah tersebar di pasar-pasar tradisional atau pusat perbelanjaan grosir. Batik
ini laku di pasaran karena harganya yang begitu murah dibandingkan batik asli
Indonesia dan juga batik ini hampir mirip dengan batik buatan Indonesia.
Begitu pula yang terjadi pada produsen meubel Indonesia yang harus bersaing
ketat dengan produk meubel dari China. Dimana meubel China berbentuk minimalis
yang begitu diminati oleh masyarakat domestik. Ditambah lagi belum ada SNI
(Standar Nasional Indonesia) bagi meubel Indonesia sehingga meubel dari China
tersebut dapat tersebar bebas di Indonesia dan lebih laku.
Secara perlahan ketika kelangsungan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)
seperti batik, tekstil, mainan, kerajinan, jamu, keramik, meubel, dan lainnya
mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal pun akan terancam pemutusan hubungan
kerja (PHK) sehingga angka pengangguran akan semakin meningkat. Seperti yang
terjadi pada industri petrokimia yang harus mem-PHK 86.000 karyawannya karena
tidak mampu bersaing dengan barang impor China. Kemudian sebanyak 2.000
industri kecil tekstil yang masing-masing memperkerjakan antara 12 hingga 50
tenaga kerja terancam tutup.
Dengan begitu masyarakat lebih cenderung kepada produk tekstil dari China
yang mempunyai harga lebih rendah dibandingkan dengan produk lokal. Akibatnya
permintaan domestik terhadap produk tekstil menjadi menurun, sehingga mematikan
produsen tekstil dalam negeri. Hal yang sama juga terjadi pada industri mainan,
meubel dan lainnya.
Sementara itu, dengan diberlakukannya CAFTA, maka China yang akan
memperoleh keuntungan dari ketersediaan sumber daya alam dan energi Indonesia.
Negara China akan memanfaatkan sumber daya alam dan energi Indonesia itu untuk
menggerakkan industri mereka dengan biaya yang murah dan hasilnya kemudian
dipasarkan kembali ke Indonesia.
Masuknya produk China ke Indonesia tidak hanya berdampak terhadap produk
Indonesia, akan tetapi juga berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Beberapa
produk China yang masuk ke Indonesia mengandung racun dan zat yang berbahaya
bagi kesehatan, seperti timbal yang terdapat pada mainan anak-anak. Lalu,
produk yang mengandung susu dimana di dalamnya terdapat melamin.
Melamin ini biasa digunakan pada pembuatan plastik, pupuk, dan pembersih.
Kemudian produk makanan berupa jeruk ditemukan mengandung formalin. Produk
kosmetik juga ditemukan mengandung merkuri atau air raksa sehingga begitu
berbahaya bagi tubuh.
Berbagai permasalahan yang terjadi dengan masuknya produk dari China ke
Indonesia menggambarkan pengaruh negatif dari ACFTA terhadap
industri dan juga kesehatan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu masyarakat
dan para pengusaha industri tidak setuju atas pelaksanaan ACFTA karena
merugikan mereka. Sementara itu pemerintah Republik Indonesia sampai saat ini
masih tetap menjalankan ACFTA, karena dianggap akan dapat meningkatkan daya saing
Indonesia terhadap barang-barang dari China tersebut.
Kesimpulan
:
Kunci keberhasilan dalam menghadapi pasar bebas adalah
terletak pada kesiapan dari negara itu sendiri. Kesiapan suatu negara dapat
dilihat dari kesiapan Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM). Berdasarkan
survei dan pendapat para pengamat, bahwa infrastruktur di tanah air belum
mendukung untuk menghadapi perdagangan bebas, ditambah lagi kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) kita masih rendah.
Pemerintah dalam meningkatkan persaingan menghadapi pasar
bebas sangat berperan penting. Mengingat produk Indonesia yang kualitasnya
minim, sehingga bisa terjadinya pembelian besar-besaran terhadap barang impor
yang masuk. Perlunya juga peran aktif dari masyarakat agar tidak terlalu
tertarik oleh produk impor yang masuk, agar terjadinya keseimbangan pasar.
Sumber :
Jhamtani, Hira.
2005. WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga. Insist Pers.Yogyakarta
Fakih, Mansour.
2003. Bebas dari Neoliberalisme. Insist Pers. Yogyakarta
http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_esapunya14/id_8995/title_perdagangan-bebas-di-indonesia/